Sering sekali kita mendengarkan ungkapan seperti halnya,
Waktu adalah pedang........
Waktu adalah uang.......
Dsb.......
Dan juga mengapa Chairil Anwar dalam puisinya ”Aku” menyebutkan,
............................
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Sungguh Allah Maha Besar atas karunianya atas ”waktu” yang dianugerahkan kepada kita.
Al Qur’an dan Sunnah sangat menaruh perhatian terhadap waktu dari berbagai aspek dan dengan bentuk-bentuk yang beragam. Perhatian ini menunjukkan betapa pentingnya waktu dan untuk mengungkap besarnya nikmat Allah didalamnya.
Dalam rangka menjelaskan karunia dan besarnya anugerah Allah kepada manusia,
Al Qur’an menuturkan dalam surat Ibrahim ayat 33-34 :
“Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadaNya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.”
Hal tersebut juga tampak dalam firmanNya, yaitu surat Al Furqan ayat 62 :
”Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.”
Maksud ayat tersebut, bahwa Allah SWT. Telah menjadikan malam bergantian dengan siang dan siang bergantian dengan malam.
Oleh karena itu, barangsiapa terluput atau terlena dari suatu amal perbuatan pada salah satunya, maka hendaklah ia berusaha menggantikannya pada saat yang lain.
Dalam menjelaskan aspek pentingnya waktu, Allah SWT telah bersumpah pada permulaan berbagai surat dalam Al Qur’an yang turun di Makkah dengan berbagai macam bagian dari waktu. Misalnya bersumpah : demi waktu malam, demi waktu siang, demi waktu fajar, demi waktu dhuha dan demi masa. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT yang tampak dalam surat-surat Al Qur’an berikut ini.
”Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang.”
(Al Lail : 1-2)
”Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (Al Fajr : 1-2)
”Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi.” (Adh Dhuha : 1-2)
”Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian.” (Al Ashr : 1-2)
Menurut pengertian yang populer di kalangan para mufassirin dan juga dalam perasaan kaum muslimin, apabila Allah bersumpah dengan sesuatu dari ciptaan-Nya, maka hal itu mengandung maksud agar kaum muslimin memperhatikan kepada-Nya dan agar hal tersebut mengingatkan mereka akan besarnya manfaat dan impressinya.
Sementara itu sunnah nabawiyah juga mengukuhkan nilai waktu dan menetapkan adanya tanggung jawab manusia terhadap waktu di hadapan Allah kelak di hari kiamat. Terlebih, ada empat pertanyaan pokok yang akan dihadapkan kepada setiap mukallaf di hari perhitungan kelak dan ada dua pertanyaan dasar yang khusus berkenaan dengan waktu.
Tentang hal tersebut telah diriwayatkan oleh Mu’adz Bin Jabal ra, bahwa Nabi SAW telah bersabda :
”Tiada tergelincir kedua telapak kaki seorang hamba di hari kiamat, sehingga ditanya tentang empat hal, yaitu tentang umurnya dimana ia habiskan, tentang masa mudanya dimana ia binasakan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan ia belanjakan, dan tentang ilmunya bagaimana ia mengamalkannya.” (HR. Al Bazzar dan Ath Thabrani)
Begitulah, bahwa manusia bakal ditanya tentang umurnya secara umum dan tentang masa mudanya secara khusus. Sesungguhnya masa muda memang bagian daripada usia manusia. Namun, masa itu mempunyai nilai istimewa dilihat dari segi usia, yaitu kehidupan yang penuh pancaran cahaya, keteguhan yang masih dapat berkelanjutan, dan merupakan suatu masa kuat diantara dua ancaman kelemahan, yaitu kelemahan masa kanak-kanak dan kelemahan masa tua. Sebagaimana disinyalir dalam firman Allah SWT Surat Ar Ruum ayat 54 :
”Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban.”
Waktu adalah pedang........
Waktu adalah uang.......
Dsb.......
Dan juga mengapa Chairil Anwar dalam puisinya ”Aku” menyebutkan,
............................
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Sungguh Allah Maha Besar atas karunianya atas ”waktu” yang dianugerahkan kepada kita.
Al Qur’an dan Sunnah sangat menaruh perhatian terhadap waktu dari berbagai aspek dan dengan bentuk-bentuk yang beragam. Perhatian ini menunjukkan betapa pentingnya waktu dan untuk mengungkap besarnya nikmat Allah didalamnya.
Dalam rangka menjelaskan karunia dan besarnya anugerah Allah kepada manusia,
Al Qur’an menuturkan dalam surat Ibrahim ayat 33-34 :
“Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadaNya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.”
Hal tersebut juga tampak dalam firmanNya, yaitu surat Al Furqan ayat 62 :
”Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.”
Maksud ayat tersebut, bahwa Allah SWT. Telah menjadikan malam bergantian dengan siang dan siang bergantian dengan malam.
Oleh karena itu, barangsiapa terluput atau terlena dari suatu amal perbuatan pada salah satunya, maka hendaklah ia berusaha menggantikannya pada saat yang lain.
Dalam menjelaskan aspek pentingnya waktu, Allah SWT telah bersumpah pada permulaan berbagai surat dalam Al Qur’an yang turun di Makkah dengan berbagai macam bagian dari waktu. Misalnya bersumpah : demi waktu malam, demi waktu siang, demi waktu fajar, demi waktu dhuha dan demi masa. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT yang tampak dalam surat-surat Al Qur’an berikut ini.
”Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang.”
(Al Lail : 1-2)
”Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (Al Fajr : 1-2)
”Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi.” (Adh Dhuha : 1-2)
”Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian.” (Al Ashr : 1-2)
Menurut pengertian yang populer di kalangan para mufassirin dan juga dalam perasaan kaum muslimin, apabila Allah bersumpah dengan sesuatu dari ciptaan-Nya, maka hal itu mengandung maksud agar kaum muslimin memperhatikan kepada-Nya dan agar hal tersebut mengingatkan mereka akan besarnya manfaat dan impressinya.
Sementara itu sunnah nabawiyah juga mengukuhkan nilai waktu dan menetapkan adanya tanggung jawab manusia terhadap waktu di hadapan Allah kelak di hari kiamat. Terlebih, ada empat pertanyaan pokok yang akan dihadapkan kepada setiap mukallaf di hari perhitungan kelak dan ada dua pertanyaan dasar yang khusus berkenaan dengan waktu.
Tentang hal tersebut telah diriwayatkan oleh Mu’adz Bin Jabal ra, bahwa Nabi SAW telah bersabda :
”Tiada tergelincir kedua telapak kaki seorang hamba di hari kiamat, sehingga ditanya tentang empat hal, yaitu tentang umurnya dimana ia habiskan, tentang masa mudanya dimana ia binasakan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan ia belanjakan, dan tentang ilmunya bagaimana ia mengamalkannya.” (HR. Al Bazzar dan Ath Thabrani)
Begitulah, bahwa manusia bakal ditanya tentang umurnya secara umum dan tentang masa mudanya secara khusus. Sesungguhnya masa muda memang bagian daripada usia manusia. Namun, masa itu mempunyai nilai istimewa dilihat dari segi usia, yaitu kehidupan yang penuh pancaran cahaya, keteguhan yang masih dapat berkelanjutan, dan merupakan suatu masa kuat diantara dua ancaman kelemahan, yaitu kelemahan masa kanak-kanak dan kelemahan masa tua. Sebagaimana disinyalir dalam firman Allah SWT Surat Ar Ruum ayat 54 :
”Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban.”
Comments