Pernah dulu ada yang bertanya kepada saya, "Pak, apakah sabar itu ada batasnya?" Seketika saya merenung dan menjawab sekenanya, "Secara "teori" tidak ada batasnya, tapi secara "praktek" bisa jadi ada batasnya karena memang tidak mudah menjalaninya".
Terkait "sabar" ini, guru utama kita tentu Rasulullah SAW. Suatu ketika ada pengemis yahudi buta yang selalu membully Rasulullah SAW. Dia terus mempengaruhi orang lain dengan mengatakan, "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad. Dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”.
Lalu apa yang dilakukan Rasulullah SAW? Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun, Rasulullah menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu. Saat Rasulullah menyuapinya, si pengemis Yahudi itu tetap berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad.
Rasulullah SAW menyuapi pengemis Yahudi itu hingga menjelang beliau wafat.
Inilah "teori" sabar yang tiada duanya. Belum lagi kisah bagaimana ketika beliau berdakwah pada suatu kaum di Tha'if. Duh, jadi kangen pengin datang ke Tha'if yang indah dan subur itu. Meskipun dibully, disakiti bahkan mau dibunuh, Rasulullah SAW tetap "kalem" dan malah mendo'akan orang-orang yang mendzaliminya.
Inilah akhlaq Rasulullah SAW, dan bahkan ketika Abu Bakar Ash Shidiq melanjutkan amalan Rasulullah SAW untuk mendatangi pengemis Yahudi tadi, seketika pengemis Yahudi pun langsung bisa mengenali kalau yang datang hari itu bukanlah orang yang selama ini mendatanginya.
"Bukan!, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, kata si pengemis buta itu.
“Apabila ia datang kepadaku, tangan ini tidak susah memegang dan mulut ini tidak susah untuk mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan itu dengan mulutnya. Setelah itu ia berikan padaku,” kata pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abu Bakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa mendatangimu. Aku hanya salah seorang sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW". Setelah mendengar cerita Abu Bakar, ia pun menangis sedih, kemudian berkata,
“Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah marah sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia. Pengemis Yahudi buta itu akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar.
Jika Ujian Itu Datang
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya : "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat". (QS. Al Baqarah : 214)
Saya selalu meyakini bahwa jika kita mau merasakan nikmatnya nikmat maka juga harus mau merasakan pahitnya ujian. Nikmat dan ujian itu selalu satu paket. Yang penting, bagaimana kita mempersiapkan diri agar memiliki "iman" ketika menghadapi kedua situasi tersebut.
"Inna ma'al usri yusra", Allah mengulangi kalimat ini sebanyak dua kali di surat yang sama, Al Insyirah. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Inilah janji Allah, bahwa Allah selalu memberi cahaya dibalik kegelapan yang menyelimuti kita.
Dikutip dari Kitab Riyadus Shalihin, pada zaman Rasulullah SAW, hidup seorang wanita yang minta dido'akan oleh beliau karena wanita ini mengidap epilepsi. Wanita itu berkata, "Ya Rasulullah, tolong do'akan supaya saya bisa sembuh, saya menderita sakit ayan, dan penyakit ini sering kambuh".
Rasulullah SAW justru balik bertanya kepada wanita tadi, "Maukah kamu mendapatkan do'a yang lebih tinggi dari itu?" "Caranya bagaimana?", tanya wanita lagi. "KESABARAN. Kalau kamu mau sembuh, kamu harus bersabar dengan penyakitmu ini. Insyaallah Allah akan memberikan yang terbaik untukmu", jawab Rasulullah SAW.
Akhirnya si wanita tidak jadi minta dido'akan oleh Rasulullah SAW. Karena sudah paham bahwa untuk.mengubah impian dan harapannya agar sembuh, ia harus SABAR. Orang-orang yang sabar akan mendapatkan balasannya di surga.
Kemudian wanita tadi pergi, tapi tidak lama balik lagi dan berkata kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah, sepertinya saya tidak jadi minta dido'akan sembuh, tapi tolong do'akan agar aurat saya tetap tertutup saat penyakit saya kambuh. Kalau sakit saya kumat, biasanya aurat saya terbuka". Barulah Rasulullah SAW mendo'akan wanita tersebut, "Saya do'akan mudah-mudahan aurat kamu tertutup ketika kambuh".
Masya Allah, Rasulullah SAW tidak mendo'akan wanita itu sembuh dari penyakitnya. Beliau mendo'akan agar auratnya tertutup saat penyakitnya kambuh. Baru kemudian wanita itu merasa tenang karena Rasulullah SAW sudah menggantinya dengan surga. Mengapa surga? Karena kesabaran si wanita yang menderita penyakit epilepsi.
Hidup ini selalu ada "ujian", apalagi bagi orang beriman yang berharap surga-Nya. Maka ujian adalah jalan agar kita bisa menggapai nikmat-Nya. Tugas kita adalah mempersiapkan diri dengan sebaik-baik persiapan. Seperti halnya saat kita menjalani Ramadhan di masa "ujian" pandemi lagi. Apakah ramadhan kita tahun ini kita lalui dengan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya?
Kalau dulu, tilawah qur'an hanya satu kali khatam, maka saat ini mestinya bisa dua atau tiga kali khatam. Kita juga punya waktu untuk menambah hafalan qur'an kita. Shalat? Juga mestinta lebib baik lagi termasuk shalat qabliyah dan ba'diyah yang sering bolong sebelumnya. Mari kita buat matrik ibadah kita, apakah sudah lebih baik dari sebelumnya?
Ramadhan Beda, Ramadhan Istimewa
*) Catatan Hari Ke-12 Ramadhan 1441 H - 5 Mei 2020
Arif Prasetyo Aji
Follow IG : @firaprasa
Baca Coretan : www.firaprasa.blogspot.com
Comments