Skip to main content

Serial Manajemen Diri : MENGENAL DIRI SENDIRI

Pernakah Kita merenungkan siapa sebenarnya diri Kita ? Pernakah terfikir dalam diri Kita, dari mana Kita, hendak kemana tujuan Kita dan untuk apa Kita hidup di dunia ini ?
Orang yang ma’rifat akan bisa menemukan jawabannya seperti yang dikatakan Sayyidina Ali :
“Barangsiapa mengenal dirinya maka dia akan mengenal Rabnya (Tuhannya)”
Maka aneh bila seseorang tidak mengenal dirinya sendiri. Ibarat pasien, ia harus tahu lebih dahulu apa gejala penyakit yang menimpanya sebelum ia konsultasi kepada dokter dan meminta resep.
Jadi, kenalilah diri Kita sendiri. Jika kita mampu mengenali diri dengan sebenar-benarnya serta mengerti kedudukan yang diberikan oleh Allah kepada kita, maka kita dapat menunaikan hak Allah yang menjadi kewajiban kita.
Dengan demikian Kita akan sampai pada ma’rifatullah. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
“Dan dalam diri kalian, tidakkah kalian melihat ?” (Adz-Dzariyat : 21)
Untuk mengenal kedudukan kita dihadapan Allah, maka Dia memfasilitasi kita dengan dua hal yakni ayat kauniyah berupa alam semesta ini beserta seluruh yang ada di dalamnya. Sedang yang kedua adalah ayat qauliyah berupa firman-firman-Nya yang diwahyukan kepada para Nabi dan Rasul-Nya.
Di dalam Al Qur’an sebagai ayat qauliyah-Nya Allah menyebut manusia dengan 3 istilah :
Pertama, Al INSAN, yakni jati diri manusia sebagaimana dipaparkan dalam surat Al Hujurat.
Kedua, An-NAAS adalah fungsionalisasi manusia untuk melakukan misi tauhidullah, pengibadahan secara total kepada Allah.
Ketiga, Al BASYARIYAH yakni wujud keberadaan penciptaan manusia dari tanah kering yang berasal dari lumpur hitam yang dibentuk, kemudian Allah menyempurnakan dengan meniupkan ruh ke dalamnya. (QS Al Hijr: 34-42)
Sedangkan komposisi manusia terdiri dari unsur ruh dan unsur tanah (atturab). Komposisi tanah yang menyebabkan manusia bisa tergelincir pada kehinaan. Sedangkan komposisi ruhani akan mengantarkannya pada derajat kemuliaan, yakni al mala-ul a’la.
“Dan telah Aku tiupkan kepadanya ruh-Ku.” (Al Hijr: 29)
Secara fungsional, manusia mendapat tiga tugas dan amanah yaitu :
Pertama, Sebagai AR-RI”AYAH, yakni pengelola bumi untuk kemaslahatan seluruh alam.
Kedua, Sebagai KHALIFAH, yakni memakmurkan bumi, dimana Allah telah menundukkan segala sesuatu di bumi untuk manusia. (Luqman : 20 dan Al Baqarah: 30)
Ketiga, Sebagai IMARAH, yakni memimpin seluruh makhluk Allah di bumi. (QS. Hud: 61)
Semua itu dilaksanakan semata-mata agar manusia hanya menghambakan dirinya dan beribadah kepada Allah. (Al Baqarah: 21; Adz-Dzariyat: 56). Untuk mengemban tugasnya tersebut manusia diberi kemampuan untuk memilih (kafa’atul ikhtiyar), yakni diberi dua jalan. Yakni jalan taqwa yang mengantarkannya kepada sifat amanah, serta jalan fujur (fasik) yang menjerumuskannya pada sifat khianat.
“Dan Kami telah menunjukkan dua jalan kepadanya.” (Al Balad: 10)
“Dan demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan.” (Asy-Syams: 7-8)
Kebahagiaan bagi orang yang selalu menyucikan jiwanya dengan tazkiyatun nafs.
“Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya.” (Asy-Syams: 9)
Kecelakaanlah bagi orang yang mengotori jiwanya.
“Dan sungguh celakalah bagi orang yang mengotori jiwanya.” (Asy-Syams: 10)
Meskipun jiwa manusia dinilai sangat tinggi oleh Al Qur’an, memiliki ilmu dan keutamaan, bercahaya dan cemerlang, ia juga mempunyai kecenderungan kepada keburukan. Yaitu : Zhalim dan bodoh. (Al Ahzab: 72), Sangat ingkar dan tidak berterima kasih. (Al Aadiyat: 6) dan Berkeluh kesah lagi kikir. (Al Ma’arij: 19-23)
Itulah fitrah manusia yang sesungguhnya, untuk mengujinya siapa diantara manusia yang paling baik amalnya. (Al Mulk : 2). Manusia tetaplah manusia, yang dikarunia akal, hati, nafsu dan perasaan. Ia bukanlah malaikat, makhluk yang taat namun pasif, karena imannya tetap tidak bertambah maupun berkurang. Ia bukan pula syetan yang durhaka yang selalu mencari pendukung untuk menemaninya di hari kiamat kelak.
Manusia sebagai ahsanu taqwim –sebaik-baik ciptaan Allah- bila lebih mulia dari malaikat dengan keaktifannya memberdayakan potensi taqwa. Namun ia juga bila lebih sesat dari syetan apabila jalan fujur yang ditempuhnya.
Untuk mencapai derajat kemanusiaan yang sempurna itulah dibutuhkan adanya tazkiyatun nafs untuk membangun sikap dan sifat mulia seperti dengan qiyamullail, tilawah Al Qur’an, dzikrullah dan membangun kesabaran. (Qur’an Surat Al Muzammil)
Yang kedua adalah mujahadatun nafs untuk mengikis habis sifat-sifat tercela. Allah befirman,
“Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan-Ku, sungguh benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al Ankabut: 69)

Comments

Popular posts from this blog

Teman Sejati

Selama ini ku mencari cari teman yang sejati buat menenami perjuangan suci Bersyukur kini padamu Illahi, teman yang dicari selama ini telah kutemui Dengannya disisi, perjuangan ini senang diharungi, bertambah murni kasih Illahi Kepadamu Allah kupanjatkan do’a, agar berkekalan kasih sayang kita Kepadamu teman kupohon soskongan, pengorbanan dan pengertian Tlah kuungkapkan segala-galanya, itulah tandanya kejujuran kita (Syair Nasyid “Teman Sejati”-Brothers) Saya sangat ingat betul dengan lirik lagu ini, karena pada saat booming album “brothers” ini, kami bersepeluh orang dari FSLDK melakukan perjalanan Jakarta-Padang PP. Dan sepanjang perjalanan itu yang berkumandang di mobil hanya kaset milik Mas Brothers ini. Dan hitsnya adalah ”Teman Sejati” ini. Teman dan sahabat sangat dibutuhkan manusia. Senyum saja andaikata tidak dengan temannya, bisa disangka yang tidak-tidak bahkan barangkali ada yang nyelethuk ”gila kali”. Dengan teman dan sahabat, tidak hanya senyum yang dapat kita l...

Sensasi Asem-Asem Pedas Ikan Kutuk Kelo Kuning Asli Lamongan

Lamongan ini memang rajanya kuliner , hampir di setiap kota di negeri ini selalu ada menu kuliner Lamongan seperti misalnya, soto lamongan, tahu campur , dll. Kalau kita memasuki kota Lamongan maka akan disuguhi pemandangan ada ibu-ibu yang berjajar rapi dengan borannya, itulah yang disebut dengan Nasi Boran . Kenapa disebut nasi boran ya karena nasinya ditaruh di dalam sebuah boran yang terbuat dari anyaman bambu. Melihatnya saja sudah gundah gulana dibuatnya apalagi kalau sudah mencoba dijamin nambah lagi he..he.. Tapi yang ndak suka pedas, jangan asal beli bisa-bisa nanti perutnya tidak bersahabat, tanya dulu apa ada bumbu yang nggak pedas.

[ #IsomanStory ] Bismillah, Akhirnya Alumni Covid-19

Akhirnya Covid-19 mampir ke tubuh saya selama 23 hari. Dan alhamdulillah di hari ke-23 bertepatan dengan Idul Adha, Selasa 20 Juli 2021, SWAB PCR sudah menunjukkan hasil NEGATIF.  Alhamdulillah, syukur kepada Allah SWT yang masih berkenenan memberikan kesempatan kedua kepada saya. Koq lama 23 hari? Di hari ke-15 sebenarnya SWAB dan hasilnya masih positif dengan CT 24. Makanya dianjurkan isoman lagi dan test berikutnya sekalian bareng tuntasnya isoman istri yang terpapar juga. Gejala awalnya, tanggal 28 dan 29 juni 2021, badan demam, pusing, lemas dan maunya tidur terus. Tanggal 29 swab anti gen mandiri dan hasilnya positif covid-19. Kemudian dikonfirmasi tanggal 30 juni 2021 dengan Test SWAB PCR dan takdirnya hasilnya POSITIF juga. Gejala berikutnya, seperti flu, berdahak, berkurangnya indra penciuman, nafas terasa pendek, cenderung lemas dan yang paling tidak saya suka yaitu ndak mau makan. Sudah dicoba berbagai menu paling pol hanya 4 sendok saja, kalau diteruskan bis...