Laki-laki tukang pandai besi ini adalah generasi assabiqunal awwalun. Ia begitu terpesona dengan cahaya kebenaran Islam yang dibawa Muhammad saw. Ia masuk Islam ketika masa awal-awal dakwah Islam yang penuh dengan cobaan dan penderitaan.
Khabbab merupakan diantara sahabat saat itu yang mengalami siksaan yang cukup pedih dari orang-orang kafir Quraisy. Tubuhnya dililit belenggu dan rantai besi panas pada kaki dan tangannya sebagaimana sahabat Bilal ditindih tubuhnya dengan batu besar di tengah padang pasir. Suatu hari ia bersama sahabat yang lain menemui Rasulullah tetapi bukan karena kecewa dan kesal dengan pengorbanan ini melainkan mengharap do’a keselamatan.
Sebagaimana diceritakan sendiri oleh Khabbab, ”Kami pergi mengadu Rasulullah saw yang ketika itu sedang tidur berbantalkan kain burdahnya dibawah naungan Ka’bah. Kami memohon kepadanya, ”Wahai Rasulullah, tidakkah anda hendak memintakan kepada Allah pertolongan bagi kami....?” Rasulullah saw pun duduk, mukanya jadi merah, lalu sabdanya : ”Dulu sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang disiksa, tubuhnya dikubur kecuali leher keatas, lalu diambil sebuah gergaji untuk menggergaji kepalanya, tetapi siksaan demikian itu tidak sedikitpun dapat memalingkannya dari agamanya....!
Ada pula yang disikat antara daging dan tulang-tulangnya dengan sikat besi, juga tidak dapat menggoyahkan keimanannya....sungguh Allah akan menyempurnakan hal tersebut, hingga setiap hamba yang bepergian dari San’a ke Hadramaut, tiada takut kecuali Allah SWT, walaupun ada serigala diantara hewan gembalaannya. Tetapi saudara-saudara terburu....! Ketika mendengar hal ini, bertambahlah keimanan dan keteguhan hati mereka serta merta berikrar untuk membuktikan kepada Allah dan Rasul-Nya tentang ketabahan, kesabaran dan pengorbanan.
Pada masa Umar Bin Khattab menjadi Khalifah hingga Ustman Bin Affan, sahabat Khabbab termasuk kaum muhajirin yang mendapat gaji besar, akan tetapi gaji itu tidak pernah diambil semuanya. Gaji besar beliau sedekahkan kepada siapa yang memerlukannya. Beliau sangat teguh memegang prinsip hidup sederhana di masa awal Islam ketika saat itu harta kekayaan mulai melimpah.
Ketika menjelang wafatnya, ia meneteskan air mata ketika melihat kain kafan yang disediakan untuknya sangat mewah. ”lihatlah ini kain kafanku.....!Bukankah kain kafan Hamzah, paman Rasulullah saw, ketika gugur sebagai salah seorang syuhada hanyalah burdah berwarna abu-abu, yang jika ditutupkan ke kepalanya terbukalah kedua ujung kakinya, sebaliknya bila ditutupkan ke ujung kakinya, terbukalah kepalanya....?”
Ali Bin Abi Thalib telah mengajarkan sebuah do’a kepada kita, yang intinya sebuah permohonan pada Allah untuk meletakkan dunia di tangannya, bukan dihatinya. Begitulah semestinya kita menjadikan dunia (harta, tahta, wanita/keluarga) di tangan kita, sehingga kita bebas mengendalikan dunia kita itu (untuk kebaikan).
Dan bukan kita yang dikendalikan dunia (karena dunia kita lalai berbuat baik, kita semena-mena memperlakukan orang lain, dan semacamnya). Dengan kata lain, menjadikan dunia sebagai sarana untuk berbuat baik, dan bukan tujuan setiap amal kita (bukankah tujuan hidup kita , hanyalah untuk beribadah kepada allah SWT ?)
Nah, Khabbab Bin Arats menyadari betul bahwa dunia hanyalah sarana untuk menuju surga. Karenanya disedekahkanlah hartanya di jalan Allah, untuk mengejar pahala akhirat sebagaimana yang diabadikan dalam Al Qur’an Surat Ash Shaff ayat 10-12.
Khabbab juga menyadari, dunia hanyalah ujian. Kaya adalah ujian untuk bersyukur. Apakah dengan harta yang banyak, kita mampu mensyukuri nikmat Allah dengan menyedekahkan harta. Miskin adalah ujian kesabaran. Apakah dengan harta kekurangan, kita mampu untuk senantiasa berbuat baik dan menjauhi maksiat, seperti mencuri, korupsi, menipu dan semacamnya.
Kelebihan harta, seringkali membuat cemas para sahabat dan para salafus sholih. Mereka khawatir, kelebihan hartanya di dunia mengurangi jatah nikmatnya di surga kelak. Demikian juga yang terjadi pada Khabbab. Karenanya, disedekahkanlah gaji besarnya. Dan iapun menangis, hanya karena melihat kain kafan. (kain yang tidak dipakainya ketika hidupnya) itu sangat mewah. Lalu, bagaimana dengan kita...?
(Karakteristik 60 sahabat Rasulullah)
(Karakteristik 60 sahabat Rasulullah)
Catatan Penting :
Hanya sebuah ikhtiar untuk mempersiapkan diri menyambut datangnya Ramadhan 1428 H, semoga bisa mempersembahkan amal terbaik termasuk juga zakat, infaq & shodaqoh.
Hanya sebuah ikhtiar untuk mempersiapkan diri menyambut datangnya Ramadhan 1428 H, semoga bisa mempersembahkan amal terbaik termasuk juga zakat, infaq & shodaqoh.
Comments