Fathimah adalah belahan hati Nabi dan yang paling
dicintai. “Fathimah adalah belahanku.” Hanya dari putri inilah keturunan beliau
tersisa dan bersambung.
Begitu dekat hubungan Nabi dengan Fathimah. Beliau
curahkan cintanya murni untuk putri yang tinggal seorang itu, beliau sukai apa
kesukaannya, beliau benci apa saja yang menyakitinya. Sekali waktu beliau
bersabda, “Allah murka bila kau murka, dan ridha bila kau ridha.”
Bila datang dari perjalanan, beliau langsung menemui
Fathimah dan menciumnya. Atau masuk ke Masjid dulu, shalat dua rakaat, lalu
pergi mengunjunginya dan baru setelah puas bersamanya, Nabi keluar untuk
menemui istri-istrinya.
Bila Fathimah berkunjung ke rumah Nabi, beliau
berdiri menyambutnya, mencium kepalanya atau kening antara kedua matanya,
memuliakan dan mendudukkannya di tempat duduk beliau. Dipanggilnya ia dengan
julukan, “Ibu sang ayah”, Ummu Abiha.
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya
dan akulah yang terbaik terhadap keluargaku.” (HR. Al Tirmidzi)
Rasulullah adalah teladan bagi kita, ummatnya di
akhir zaman ini yang segala perilakunya perlu kita ikuti agar apa yang kita
lakukan sebagai orang tua bisa bernilai ibadah dan tentunya bisa menghasilkan
generasi sekelas anak-anak Rasulullah SAW. Kita harus mulai rajin membuka-buka
kembali Al qur’an, Hadist dan kitab-kitab utama yang menerangkan tentang
keluarga dan pendidikan anak.
Rasulullah SAW bisa menghasilkan generasi sekelas
para sahabat, bukanlah tanpa perencanaan. Semua pasti dengan perencanaan dan
panduan yang di bimbing langsung oleh Allah SWT. Di antara yang tercatat dalam
sejarah, para sahabat dan anak-anak pada saat itu diajarkan iman dahulu
kemudian diajarkan Al Qur’an, dengan diajarkannya Al Qur’an tersebut maka
bertambahlah iman mereka.
Contoh kecil di sini, bagaimana Rasulullah SAW
bergaul dengan anaknya, Fatimah Az Zahra. Kebanyakan kita saat ini, orang tua
dua-duanya sibuk diluar rumah bekerja mencari nafkah, sementara anak di asuh
oleh nenek atau bahkan oleh tetangga ataupun babby sitter. Jelas waktu siang
sangat terbatas komunikasinya dengan anak-anak, sementara malam biasanya
anak-anak sedang asyiknya bermanja-manja dengan kita sebagai orang tua, kita
cenderung mengabaikannya karena jelas mungkin sudah capek seharian bekerja.
Pertanyaannya, lalu dimana porsi orang tua untuk
melakukan pendidikan kepada anak-anaknya?
Inilah yang harus menjadi renungkan kita bersama,
sehingga wajar saja kalau anak-anak kita tumbuh dengan didikan jalanan dan jauh
dari generasi sekelas para sahabat. Anak-anak kita perlu kasih sayang yang
cukup, perlu pelukan setiap saat dari para orang tuanya, perlu menceritakan
pengalamannya hari itu, dan lain sebagainya.
Suatu saat saya mendapati anak saya di malam hari,
meski sudah mengantuk dia masih asyik saja bermain mengajak saya dan juga
bundanya sampai tengah malam karena hari itu jatah bertemu kita denganya kurang
atau bahkan tidak ada. Tapi, ya itu tadi godaannya orang yang sudah capek,
segala upaya kita lakukan agar anak ini bisa tidur cepat. Padahal dia hanya
ingin perhatian dari kita yang hari itu belum sepenuhnya didapatkan. Allahu
Akbar.....
Ya Allah Rabbi habli minas shalihiin
Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyyatina qurrata a’yunina waj’alna lil
muttaqiina imaama
*) Sumber : buku “Bilik-Bilik Cinta Muhammad” yang
ditulis oleh Dr. Nizar Abazhah
Salam Sukses & Berkah
#BelajarSambilBermain #BermainSambilBelajar bersama
#KartuBacaABACAFlashCard
#ABACAFlashCard sebagai sarana harmonisasi orang tua dengan anak-anaknya dengan
metode bermain yang menyenangkan plus bonus bisa membaca
Dapatkan segera, hanya di : SMS/WA : 0878 541 30
202, PIN BB : 52002E68
Comments