Setiap orang pasti pernah mengalami kesulitan, hanya
bentuk dan kadarnya saja yang mungkin berbeda. Dan setiap orang juga pasti
pernah mengalami kemudahan sesuai dengan frekuensi dan bentuknya pula. Sering
kita mendengar orang menyebut “orang beruntung” untuk orang yang kelihatannya
selalu mendapatkan kemudahan dari Allah SWT, hidupnya dipenuhi kebahagiaan,
anak-anaknya membanggakan dan berpreastasi, rizqinya mengalir deras, jabatnnya
jangan ditanya lagi selalu naik, dan lain sebagainya. Itu mungkin hanya yang
kita lihat dari luar, bisa jadi orang tersebut memang melakukan ikhtiar dan
tawakal yang sepadan dengan hasil yang didapatkan.
Dalam kamus motivasi seringkali kita mendengar bahwa
kesuksessan itu adalah bertemunya persiapan yang kita lakukan dengan peluang
yang ada dihadapan kita. Ada orang yang sering menemukan peluang tapi dia tidak
tahu bagaimana cara mengeksekusi peluang tadi karena memang dia tidak pernah
melakukan persiapan untuk menghadapi peluang tadi.
Persiapan itu adalah bagian
dari ikhtiar yang mesti dilakukan agar kita bisa menangkap peluang yang selalu
bertebaran dihadapan kita. Nah kalau sudah ketemu peluang, maka “faidza azamta fatawakkal alallah” kita
meneguhkan diri untuk bertawakal kepada Allah SWT.
Tapi terkadang orang tidak langsung mengalami sukses
begitu saja, tapi melewati yang namanya kegagalan ataupun kesulitan. Nah kalau
kita sudah menghadapi kesulitan maka yakinlah bahwa itulah momentum awal anda
akan mengalami kebangkitan alias kesuksesan. Bukankah Allah telah menjanjikan
yang demikian dalam QS 94 ayat 4 dan 5?. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan
itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.
Bahkan janji Allah itu diulang dua kali, bahwa
setelah kesulitan itu ada kemudahan. Artinya, jika kita mengalami kesulitan,
maka kita harus yakin bahwa kelapangan dan kesuksesan akan menghampiri kita.
Kehidupan kita ini kan seperti permainan “roller coaster”, kadang dibawah dan
kadang di atas, jika kita berada di bawah maka kitapun harus siap untuk
menyongsong nikmatnya berada di atas.
Dan biasanya kita akan lebih bisa menerapkan
“tawakal” kita pada Allah saat kita berada di bawah alias kesulitan. Saat
itulah kita merasa begitu dekatnya dengan Allah SWT, kita bisa merasakan nikmatnya
Qiyamullail, nikmatnya sholat dhuha, nikmatnya berlama-lama zikir dan membaca
Qur’an dan khusyu’nya do’a yang kita panjatkan.
Berbeda halnya dengan para sahabat Rasulullah SAW
dan para ulama’ terdahulu yang untuk menerapkan “tawakal” ini tidak perlu menunggu
datangnya kesulitan dulu. Seorang sahabat Rasulullah tatkala akan dicabutnya
anak panah yang menancap ditubuhnya demi tidak mau bersinggungan dengan
alkohol, lebih memilih membaca qur’an dengan khusu’nya sampai kemudian tidak
merasakan kalau anak panahnya sedang tercabut, subhanallah.
Nah, ilmu tawakal perlu kita tingkatkan kualitasnya
ditengah kehidupan yang penuh dengan ujian ini seperti halnya meningkatkan
kadar ikhtiar kita dalam menjemput kesuksesan, apapun itu kesuksesan yang kita
inginkan. Allah tidak akan pernah tidur, apa yang kita minta insyaallah akan
dikabulkan, lah wong yang tidak kita minta saja Allah berikan. Nah, kalau
mengalami kesulitan, kembalilah kepada Allah SWT yang Maha Kaya yang maha
memiliki segalanya.
Salam Sukses & Berkah !
Arif Prasetyo Aji | Silahkan follow akun twitter saya : @arifaji
Comments