KETAHUILAH bahwa bercinta karena Allah adalah bagian dari konsekuensi dan kesempurnaan cinta kepada-Nya, dan bukan yang merusak cinta tersebut. karena konsekuensi dari mencintai Kekasih adalah mencintai apa yang dicintainya dan menyenangi segala hal yang menopang pencapaian keridhaan dan kedekatan dengan-Nya. Di antaranya adalah mencintai para Nabi, orang shalih, dan berbagai amal shalih. Mencintai hal-hal di atas adalah bagian dari kesempurnaan cinta kepada Allah.
Seorang mukmin tak mungkin tidak mencintai apa yang bisa membantunya mencapai ridha Allah dan membawanya kepada cinta dan kedekatan dengan-Nya.
Jika Anda mencintai seseorang karena Allah sebenarnya Anda mencintai Allah. Tiapkali Anda membayangkannya dalam hati Anda, maka sesungguhnya Anda membayangkan apa yang dicintai Allah, lalu Anda mencintainya. Sebagaimana jika Anda mengingat Nabi saw, para Nabi dan Rasul sebelumnya, dan para sahabatnya yang shalih, lalu Anda menggambarkan mereka di hati anda, maka sebenarnya hal itu membawa hati Anda kepada cinta Allah yang dikaruniakan pada mereka manakala Anda mencintai mereka karena Allah.
Jadi, sesuatu yang dicintai karena Allah akan membawa kepada cinta Allah. Bila seorang pencinta Allah mencintai seseorang karena Allah, maka sesungguhnya Allah adalah yang dicintainya. Ia ingin membawa kekasihnya kepada Allah. Dan keduanya, baik pencinta maupun yang dicintai karena Allah, masing-masing menghela menuju Allah.
Cinta karena Allah ini tidak terwujud kacuali jika telah bersih dari kepentingan. Orang yang mencintai seseorang karena pemberian yang diterimanya, sebenarnya ia hanya mencintai pemberian tersebut. dan bila ada yang mengatakan bahwa ia mencintai orang yang memberinya itu karena Allah maka dustalah ia.
Demikian pula orang yang mencintai seseorang karena dia menolongnya, maka sesungguhnya ia hanya mencintai pertolongan, dan bukan orang yang menolongnya. Semua itu termasuk tindakan mengikuti apa yang diinginkan oleh nafsu. Karena hakikatnya ia tidak mencintai, melainkan karena ingin memperoleh manfaat atau menolak bahaya. Maka ia hanya mencintai perolehan manfaat dan penolakan bahaya.
Ia hanya mencintai hal tersebut karena keberadaannya sebagai sarana untuk sampai kepada apa yang dicintainya. Ini bukan cinta kepada Allah, juga bukan cinta kepada apa yang dicintainya itu, melainkan cinta pada kepentingan, yang bisa lenyap bersamaan dengan lenyapnya kepetingan. Sesungguhnya orang yang menyayangimu karena suatu hal, maka ia akan berpaling darimu jika hal tersebut lenyap.
Kecintaan seperti ini kerap terjadi di antara seseorang dengan sesamanya. Dan cinta ini tidak diberi pahala di akhirat dan tidak bermanfaat bagi mereka, bahkan bisa jadi hal tersebut membawa kepada kemunafikan sehingga mereka menjadi teman-teman dekat yang saling bermusuhan di akhirat. Namun hal itu tidak terjadi pada orang-orang yang bertakwa.
Allah berfirman:
“Teman-teman akrab hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa” (az-Zukhruf [43]: 67)
Tapi jika cinta itu bersemi karena orang yang dicintai tersebut seorang yang shalih, dan mendorong orang-orang yang saling bercinta itu untuk bangkit menuju Allah, saling berwasiat dengan kebanaran dan kesabaran, saling bekerja sama melakukan kebaikan, dzikir, dakwah dan menuntut ilmu, maka hal itu adalah cinta karena Allah. Nabi Musa berkata—sebagaimana yang direkam al-Qur’an:
“Wahai Rabbku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka paham ucapanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku. Kokohkan dengannya kekuatanku, dan jadikanlah ia sekutu dalam urusanku” (Thaha [20]: 25-35)
Kemudian Nabi Musa menjelaskan tujuan kerja samanya dengan saudaranya tersebut—sebagaimana yang disebutkan dalam lanjutan ayat itu:
“Agar kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami” (Thaha [20]: 33-35)
Bertasbih dan dzikir yang banyak adalah tujuan dari persaudaraan karena Allah.
“Teman-teman akrab hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa” (az-Zukhruf [43]: 67)
catatan penting :
mau menjadi mitra/agen busana muslim anak ANNIDA-Islamic Kids Wear, hubungi NEETA di 08155 123 832 atau SISKA di 031-600 500 50 / 031-593 5286 atau juga datang langsung ke show room & kantor pemasaran kami.
mau lihat koleksi ANNIDA-Islamic Kids Wear, klik disini
Comments